Pangan Dan Papan


Bupati Karawang Ade Swara mencontohkan persawahan di interchange Karawang Barat, lahan persawahan sepanjang 7 kilometer telah berubah fungsi menjadi permukiman dan kepentingan usaha. Masalahnya, tambah Ade, harga tanah lahan sawah di interchange Karawang Barat sudah mencapai Rp1,5 juta per meter. “Akibatnya, sulit bagi pemilik tidak tergoda menjual sawah mereka,” katanya. (mediaindonesia.com)

====================================================

menanam padi
foto : article.wn.com

Pagi itu, Rabu 5 Desember 2012 saya bangun awal hari, lepas subuh kami bertolak menapaki aspal Jakarta yang masih berselimut gelap. Pagi yang dingin karena semalam, hujan sukses membasahi bumi Jakarta yang berdebu, membuat mataku merem melek menahan kantuk di jok belakang mobil keluarga. Sepoi angin AC menambah rasa kantuk sisa malam yang belum terpuaskan sempurna.

Jalan Tol dalam kota  masih sepi, entah karena tertidur atau memang kendaraan yang kutumpangi melaju lebih lancar, sehingga tak terasa sudah keluar pintu tol Karawang Barat, yang sering disingkat Karaba. Bahkan menjadi nama perumahan yang juga ditempati oleh salah satu rekan sekaligus atasanku di sana.

Pagi itu saya numpang rutinitas mertua yang akan berbelanja beras di Pasar Johar, Karawang. Paling tidak seminggu tiga kali mertua menyambangi pengepul beras di kota lumbung padi ini. Niatan lain adalah saya mau mengecek berita rumah yang dijual, andai cocok mungkin akan jadi alternatif tempat tinggal nantinya.

Setelah mengantar mertua ke pusat pull beras tersebut, juga menikmati semangkuk soto ketupat/lontong berayam (karena ayamnya sedikit, tapi lontongnya mencolok), kami meluncur menuju rumah rekan kerja (atasan) saya di Karaba, suguhan teh manis dan tahu goreng serta suasana adem efek hujan semalam, menimbulkan perasaan layaknya di Sumedang. Di sini saya mengecek beberapa rumah kosong yang kabarnya akan dijual. Belum ada kepastian memang, paling tidak ada gambaran andaikan nantinya jadi saya ambil.

Selanjutnya kami meluncur ke kampung halaman mertua, mengunjungi sanak saudara yang tinggal di sana, persawahan masih membentang luas. Tapi di beberapa sektor/wilayah nampak persawahan mulai beralih fungsi menjadi tempat tinggal dan tempat usaha.

Selanjutnya bersama kakak ipar, dengan meminjam sepeda motor menyambangi keluarganya yang lain, melewati jalan tengah persawahan (kalo di Banyumas namya bulak) yang sebagian sudah di cor, tapi selebihnya jalanan “goreng” (istilah sunda untuk jalanan jelek berlubang), itulah alasan mengapa meminjam sepeda motor, karena jalanan sebagian becek berlumpur. Persawahan di sekitarnya yang baru mulai digarap terendam air melebih sewajarnya, nampaknya air meluap karena hujan yang berkesinambungan. Bibit padi di persemaian juga terendam air, meski begitu di beberapa petak sawah, petani (laki-laki dan perempuan) nampak sedang menanam padi. Menancapkan bibit dari pesemaian, mundur teratur.

Dua kebutuhan pokok, saya yang mencari rumah tinggal, dan mertua yang berbelanja beras. Beras (nasi) sebagai kebutuhan pokok tak bisa lepas dari rakyat Indonesia. Tetapi rumah sebagai tempat tinggal juga sangat diperlukan. Dan seiring bertambahnya anggota keluarga, banyak pemilik sawah yang merelakan sawahnya dijadikan rumah tinggal atau rumah usaha. Ada juga yang dibeli oleh developer perumahan dan perindustrian.

Karawang sebagai kota Lumbung Padi mulai digerogoti kedigdayaannya. Dikutip dari KOMPAS.com bahwa lahan persawahan di Karawang terus tereduksi, karena alih fungsi lahan.

Sesuai dengan data Dinas Pertanian dan Kehutanan setempat, laju alih fungsi lahan pertanian di Karawang rata-rata mencapai 181 hektare per tahun.

Hingga penghujung 2011, luas lahan baku pertanian di Karawang tercatat 94.311 hektare, terdiri atas 83.021 hektare areal sawah irigasi teknis, sawah irigasi setengah teknis seluas 3.852 hektare, sawah irigasi sederhana seluas 4.165 hektare dan seluas 3.273 hektare areal sawah tadah hujan.

Pangan dan papan kebutuhan pokok yang saling ketergantungan di wilayah ini, mempertahankan lahan sawah untuk menghasilkan makanan atau mengalihkan fungsinya menjadi tempat tinggal. Sungguh dilema saat keduanya beradu, istilahnya “makan tidak punya rumah, atau punya rumah tapi tidak makan” . Semoga lahan persawahan itu bisa bertahan, menghasilkan beras bermutu, sehingga tidak perlu menjual helikopter atau pesawat untuk ditukarkan beras ke negara tetangga. Amin

26 respons untuk ‘Pangan Dan Papan

  1. nang banyumas be alòn pada dadi perumahan..
    keknya perlu ad aturan tegas dari negara, mna area persawahan yg khusus sbg lumbung pangan, mn area persawahan yg free bwt dijadikan area lain.

    Suka

  2. semoga pemimpinnya bukan yang gila duit, membangun mall dimana2, pertokoan, perumahan, akhirnya kendaraan semakin banyak

    walau itu sesuatu yang pasti seiring bertambahnya manusia yang lahir ke muka bumi

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Triyanto Banyumasan Batalkan balasan